Sabtu, 30 Desember 2017

Belajar Mengelola Banjir dari Bojonegoro

Belajar Mengelola Banjir dari BojonegoroBojonegoro - Rabu 22 Januari 2014 pukul 11.10 WIB saya menerima sebuah email yang isinya adalah mengenai refleksi tentang banjir. Banjir sudah tidak asing lagi di dengar di telinga. Hampir berbagai wilayah di Negara Indonesia terlanda banjir. Bahkan banjir juga melanda ibu kota Indonesia yaitu Jakarta. Saat ini yang menjadi perbincangan hangat di televisi adalah masalah banjir. Bahkan sempat menjadi trending topik di media sosial (twitter, facebook dan sebagainya) adalah mengenai banjir. Semoga dengan membaca refleksi ini bisa memberikan spirit. Bagi warga yang dilanda musibah banjir bisa tabah dalam menghadapi bencana dan Pemerintah Daerah semoga cepat mendapatkan solusi untuk mengatasi bencana banjir ini, amiin. Berikut isi email yang saya terima :
Saya adalah penduduk Jakarta, yang tinggal di Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sekarang saya lebih sering di Bojonegoro, karena pekerjaan yang membuat saya selalu dan sering di sana. Bojonegoro adalah daerah kabupaten yang sudah terbiasa dengan banjir kiriman dari Bengawan Solo. Setiap saya ke Bojonegoro, saya selalu ditanya teman-teman soal banjir yang melanda Jakarta. Mereka semua pada prihatin, mengapa para pengungsi tersebut kondisinya sangat memprihatinkan. Seolah-olah tidak ada kesiapan dan kaget menghadapi banjir tersebut.
Hal tersebut, memang, terlihat berbeda dengan di Bojonegoro. Sejak 5 tahun yang lalu, banjir di Bojonegoro benar-benar menjadi sesuatu bagi masyarakat. Mereka sangat siap untuk menghadapi dan menerima banjir tersebut. Sebab panglima untuk menghadapi banjir langsung dipimpin oleh Bupatinya sendiri, Kang Yoto. Dan seluruh birokrasi, turun lapangan bersatu padu bersama masyarakat untuk membantu dan menyiapkan segala hal yang diperlukan. Ada beberapa hal yang sangat menarik, yang patut dicontoh dari Bojonegoro dalam mengelola Banjir tersebut.
Pertama, selalu ada peringatan sebelum banjir datang. Di tahun-tahun sebelumnya, pernah suatu waktu tidak terjadi hujan namun pemerintah memberikan peringatan untuk daerah-daerah tertentu di pinggiran aliran bengawan solo, akan terjadi banjir. Namun masyarakat sebagian masih menyangsikannya. Dan ternyata peringatan tersebut terbukti. Sejak itu, sampai saat ini, masyarakat selalu menunggu dan percaya kepada informasi dari Pemerintah Bojonegoro. Saat ini, seluruh warga sudah tahu kapan akan terjadi banjir, berapa jam ke depan, dan daerah mana saja banjir tersebut terjadi. Sehingga masyarakat pun tahu dan ada waktu untuk menyelamatkan seluruh asetnya. Mulai dari binatang ternak dan piaraan, seperti ayam, kambing, sapi, bebek, dan juga hasil pertanian (padi,jagung), sampai barang-barang berharga lain.
Kedua, seluruh birokrasi turun tangan. Penanggulangan banjir menjadi begitu indah di Bojonegoro. Sangat terlihat keserasian, keterpaduan, kerja sama yang apik antara birokrasi dan masyarakat dalam menghadapi banjir. Seluruh dinas bekerja sesuai bidang masing masing. Untuk dinas yang berhubungan dengan sumber daya manusia, pada yang menyiapkan dapur umum dan logistik, kesehatan, ada yang mendistribusikan bantuan, dan siap tanggap darurat. Yang berhubungan dengan SD Alam dan pertanian, mendata dan mengamankan semua jenis peternakan yang sedang diungsikan. Bahkan juga menjamin kesehetan para binatang ternak tersebut, yang berhubungan dengan sarana dan prasarana, menyiapkan tanggul-tanggul darurat, yang dibuat dari kantong yang diisi oleh tanah atau pasir. Supaya banjir tidak melebar ke area lain, yang belum terkena banjir.
Ketiga, informasi POS Siaga banjir 24 jam beserta data basenya. Pantauan banjir disampaikan setiap jam oleh pemerintah Bojonegoro. Baik melalui radio, bbm, email, web, sms, dan lain-lain. Pantauan banjir tersebut sudah terpetakan berdasarkan zona pergerakan air bengawan solo. Seluruh satker pun sudah siaga 24 jam dalam memantau banjir. Jika banjir akan terjadi di pagi hari. Maka malam harinya camat sudah berkordinasi langsung dengan seluruh kades dan masyarakat untuk siaga banjir tersebut. Dengan demikian masyarakat tahu, kapan banjir akan bertambah besar, berkurang, dan mulai reda. Sehingga semua warga sudah siap apa saja yang harus dilakukan, diselamatkan, dan menghindari secara bersahabat dengan banjir tersebut.
Keempat, birokrasi telah memiliki SOP sebelum banjir, saat banjir dan pasca banjir. Pemerintah kabupaten Bojonegoro sudah membuat standard operation procedure dalam menanggulangi Banjir tersebut. Seluruh satuan kerja pemerintah sudah tahu, apa saja yang harus mereka lakukan di saat banjir akan datang, sedang terjadi dan setelah selesai. Mulai dari tingkat individual, RT, perangkat desa, kecamatan, sampai bupati sendiri. Dan hal itu yang membuat banjir di Bojonegoro sebagai sesuatu yang bersahabat dengan mereka semua.
Kelima, terpusatnya seluruh komando dan distribusi logistik bantuan banjir. Suatu ketika, di tahun 2007, sekitar satu bulan setelah Kang Yoto dilantik menjadi bupati periode pertama, terjadilah banjir yang besar melanda Bojonegoro. Ada satu desa di seberang bengawan, yang kampungnya terkepung oleh banjir dan para warga tidak bisa ke mana-mana. Mereka tinggal di atap rumah masing-masing. Dan belum tersentuh oleh bantuan makanan sedikit pun karena arus sungai yang sangat deras. Kang Yoto baru tahu di malam hari sekitar jam 22.00 an. Seluruh aparat pemerintah tidak ada yang berani melintasi sungai. Bahkan Tim SAR pun menyarankan untuk tidak melewati sungai. Syahdan, Kang Yoto tetap memutuskan untuk mengirim makanan ke kampung tersebut. Seorang ajudan, dengan terpaksa mendampingi Kang Yoto. Di tengah sungai, ada seekor ular cukup besar ikut dalam perahu karet Kang Yoto. Ajudan sangat kaget. Dengan memberanikan diri, akhirnya membuang ular tersebut yang berada di samping Kang Yoto. Walhasil, bantuan sampai ke masyarakat kampung tersebut, dan diterima satu persatu dengan sangat haru biru oleh seluruh warga masyarakat di kampung tersebut. dari kisah inilah, Kang Yoto mulai menghadapi banjir Bojonegoro dengan menejemen yang sangat ketat. Mulai dari pengamanan diri, asset, sampai distribusi logistik dan rehabilitasi banjir. Semua terkomando dan tearm datanya oleh Pemkab Bojonegoro. Dan sekarang, banjir menjadi sahabat sekaligus anugerah bagi masyarakat Bojonegoro.
Dan keenam, merubah mindset masyarakat untuk membuat banjir dari bencana menjadi berkah. Tulisan di media lain tertanggal, 21 Jan 2014, hal. 2, tentang, Sisi Lain Istana, Matoh, banjir jadi belimbing dan beras, adalah kenyataan saat ini yang dirasakan oleh masyarakat Bojonegoro. Bagaimana masyarakat Bojonegoro telah berhasil mengubah banjir air, menjadi banjir hasil pertanian. Mulai dari belimbing, padi, bawang merah, manggis, mangga, dan lain-lainnya. Pemerintah juga menyiapkan 170 embung yang sudah di bangun, dan masih ada ratusan embung lagi yang akan dibangun untuk menjadikan berkah air yang berlimpah di Bojonegoro. Saat ini, banjir menjadi sesuatu tersendiri bagi Bojonegoro. (Saud Elhujjaj)

0 komentar

Posting Komentar